Refleksi : Pendidikan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa



Mempelajari Pancasila harus dari segala aspek, contohnya dari sejarah Pancasila. Pancasila itu kausamateriilnya adalah kultur budayanya masyarakat kita sendiri, pentingnya adalah sumber dari segala sumber perundang-undangan terhadap peraturan masyarakat. Hukum yang tidak berdasarkan dari kultur budayanya sendiri, contohnya adalah UU pemilihan kepala desa, yang didasarkan kepada liberal dan diterapkan kepada masyarakat.
Pancasila dirumuskan saat sidang BPUPKI. Fungsi pancasila sendiri ada dua, yaitu: sebagai dasar negara dan sebagai ideologi nasional. Dan dalam dua fungsi tersebut, masing-masing memiliki memiliki sub-fungsi. Supaya lebih jelas, bisa kita perhatikan tabel di bawah.


Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Nasional terdapat dua cara atau sub-fungsi yaitu Cita-cita Berbangsa dan Pemersatu Bangsa. Selain itu, Ideologi berasal dari bahasa latin, dari kata idea yang berarti gagasan/ide dan logos yang berarti ilmu. Jadi, ideologi adalah ilmu yang mempelajari gagasan dan pemikiran atau pembelajaran yang menggunakan metode. Metode yang dilakukan dengan menggunakan pedoman/paham/isme. Seperti pedomannya adalah Agama (Islam dengan menggunakan Al-Quran/Hadits dan Kristen dengan menggunakan Alkitab Injil). Contoh: tidak boleh mencuri, melawan orang tua, dan dilarang menikah dengan berbeda agama.
Jika ideologi kita Liberal, maka undang-undang tidak seperti sekarang. Maka jika ingin aman ikutilah Pancasila. Jika Pancasila diubah menjadi Sosialis dan Liberalis maka akan terpecah-belah. Ideologi tidak identik dengan negara saja. Hedonisme ataupun Matrealisme mungkin dimiliki salah satu orang tetapi yang lain belum tentu. Ideologi Liberalis adalah Ideologi yang tertua. Ideologi Sosialis menurut Karl Max adalah ideologi yang muncul untuk menghentikan Ideologi Liberalis. Untuk mempraktekkan Ideologi Sosialis tidak bisa hanya sukarela saja tetapi harus ada kekerasan. Negara yang menerapkan Ideologi Liberalis akan menimbulkan pajak yang besar.
Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara
Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ideide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-61).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517).
Teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi:
a.    Martin Seliger: Ideologi sebagai Sistem Kepercayaan
Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk melayani dasardasar permanen yang bersifat relatif bagi sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang didasarkan atas norma-norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual dan koherensi legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan tindakan yang disetujui bersama untuk pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia. Martin Seliger, lebih lanjut menjelaskankan bahwa ideologi sebagai sistem kepercayaan didasarkan pada dua hal, yaitu ideologi fundamental dan ideologi operatif (Thompson, 1984: 79). Ideologi fundamental meletakkan preskripsi moral pada posisi sentral yang didukung oleh beberapa unsur, yang meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi operatif meletakkan preskripsi teknis pada posisi sentral dengan unsur-unsur pendukung, meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan. Adapun perbedaan di antara kedua ideologi ini digambarkan sebagai berikut (Thompson, 1984: 80). Kedua bentuk ideologi tersebut mengandungkonsekuensi yang berbeda dalam penerapannya.


b.    Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional
Gouldner mengatakan bahwa ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam wacana politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi. Lebih lanjut, Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan religius, sebab ideologi itu merupakan suatu tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan bahwa kemunculan ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan revolusi komunikasi, tetapi juga dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984: 85-86).
c.    Paul Hirst: Ideologi sebagai Relasi Sosial
Hirst meletakkan ideologi di dalam kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis. Lebih lanjut, Hirst menegaskan bahwa penggunaan istilah ideologi mengacu kepada kompleks nir-kesatuan (non-unitary) praktik sosial dan sistem perwakilan yang mengandung konsekuensi dan arti politis (Thompson, 1984:94-95).
Untuk lebih memperdalam pemahaman, berikut ini beberapa corak ideologi.
a.    Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial politik yang diinkorporasikan dalam dokumen resmi negara.
b.    Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan realitas serta mengutamakan nilai tertentu yang memengaruhi kehidupan sosial, politik, budaya.
c.    Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang tidak dinyatakan sebagai ideologi, tetapi berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi pembangunan.
d.    Berbagai aliran pemikiran yang menonjolkan nilai tertentu yang menjadi pedoman gerakan suatu kelompok (Sastrapratedja, 2001: 45-46).
Setelah memperoleh gambaran dan pemahaman tentang teori dan corak ideologi, maka kita perlu mengenali beberapa fungsi ideologi sebagai berikut:
a.     Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadiankejadian di lingkungan sekitarnya.
b.     Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c.     Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d.     Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e.     Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f.      Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami,menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).
Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi besar dunia, maka Anda perlu mengenal beberapa jenis ideologi dunia sebagai berikut:
a.    Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama, penentu akhir dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi; kedua, proses perubahan sosial bersifat dialektis.
b.    Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c.    Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d.    Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki (Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara
1.    Sumber Historis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, akan ditelusuri kedudukan Pancasila sebagai ideologi oleh para penyelenggara negara yang berkuasa sepanjang sejarah negara Indonesia:
a.    Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Pancasila ditegaskan sebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan oleh Soekarno dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945--1960. Namun seiring dengan perjalanan waktu, pada kurun waktu 1960--1965, Soekarno lebih mementingkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai landasan politik bagi bangsa Indonesia.
b.    Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal bagi Organisasi Politik dan Organisasi Kemasyarakatan. Periode ini diawali dengan keluarnya TAP MPR No. II/1978 tentang pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila. TAP MPR ini menjadi landasan bagi dilaksanakannya penataran P-4 bagi semua lapisan masyarakat. Akibat dari cara-cara rezim dalam memasyarakatkan Pancasila memberi kesan bahwa tafsir ideologi Pancasila adalah produk rezim Orde Baru (mono tafsir ideologi) yang berkuasa pada waktu itu.
c.    Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang mundur pada 21 Mei 1998, atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus penataran P-4. Pada masa sekarang ini, resonansi Pancasila kurang bergema karena pemerintahan Habibie lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu, lembaga yang bertanggungjawab terhadap sosialisasi nilai-nilai Pancasila dibubarkan berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1999 tentang pencabutan Keppres No. 10 tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7). Sebenarnya, dalam Keppres tersebut dinyatakan akan dibentuk lembaga serupa, tetapi lembaga khusus yang mengkaji, mengembangkan, dan mengawal Pancasila hingga saat ini belum ada.
d.    Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid muncul wacana tentang penghapusan TAP NO.XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan PKI dan penyebarluasan ajaran komunisme. Di masa ini, yang lebih dominan adalah kebebasan berpendapat sehingga perhatian terhadap ideologi Pancasila cenderung melemah.
e.    Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati
Pada masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan formalitasnya dengan disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yang tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.
f.     Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Pemerintahan SBY yang berlangsung dalam dua periode dapat dikatakan juga tidak terlalu memperhatikan pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya untuk membentuk suatu lembaga yang berwenang untuk menjaga dan mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara sebagaimana diamanatkan oleh Keppres No. 27 tahun 1999. Suasana politik lebih banyak ditandai dengan pertarungan politik untuk memperebutkan kekuasaan atau meraih suara sebanyakbanyaknya dalam pemilu. Mendekati akhir masa jabatannya, Presiden SBY menandatangani Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada pasal 35 ayat (3).
2.    Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, akan dilihat Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.     Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib.
b.     Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang.
c.     Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri.
d.     Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.
e.     Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.

3.    Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, mahasiswa diajak untuk melihat Pancasila sebagai ideologi negara dalam kehidupan politik di Indonesia. Unsur-unsur politis yangmembentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.    Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi antarumat beragama.
b.    Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
c.    Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk partai.
d.    Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting.
e.    Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaanitulah yang menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi.
Kesimpulan
Pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara bagi mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran ideologi sebagai penuntun moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga ancaman berupa penyalahgunaan narkoba, terorisme, dan korupsi dapat dicegah. Di samping itu, Pancasila sebagai ideologi negara pada hakikatnya mengandung dimensi realitas, idealitas, dan fleksibilitas yang memuat nilai-nilai dasar, cita-cita, dan keterbukaan sehingga mahasiswa mampu menerima kedudukan Pancasila secara akademis.

Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kemristekdikti. 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi : Pendidikan Pancasila sebagai Etika Bangsa

Refleksi : Pendidikan Pancasila sebagai Dasar Negara

Refleksi : Pendidikan Pancasila sebagai Sistem Filsafat